PRMEDAN
— Di kaki Gunung Merapi, lebih spesifik di Dusun Sabrang Wetan, Desa Ukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, penduduk setempat yang bernama Suwardi menunjukkan bahwa bisnis skala kecil dapat berkembangan menjadi besar jika dikelola dengan serius.
Dengan menggunakan kolam terpal serta bahan-bahan yang alami saja, Suwardi berhasil dalam budidaya belut dan saat ini dia kesulitan untuk memenuhi permintaan pasarnya.
Saya menggunakan kolam dengan ukuran 1×2 meter dan ketinggian 50 cm, cukup dibuat dari terpal. Biayanya tidak seberapa, namun hasilnya memuaskan,” ujar Suwardi dikutip dari saluran YouTube Oasis. “Pada awalnya hanya sebagai hobi. Siapa sangka ada banyak orang yang tertarik, sehingga pemesanannya selalu datang silih berganti.
Sumber Daya Kolam yang Terbentuk dari Lumpur serta limbah Peternakan dan Perkebunan
Suwardi tak sungkan dalam berbagi pengetahuan. Dia menceritakan kunci keberhasilannya dengan menggunakan media kolam yang terdiri atas campuran lumpur (50%), sisa-sisa batang pisang (15%), kotoran sapi (15%), dan jerami padi (10%).
“Seluruh bahannya diaduk bersama-sama, kemudian direndam dalam air selama satu minggu. Kemudian air tersebut disaring dan didiamkan selama sebulan untuk proses fermentasi,” terangnya.
Menurut Suwardi, masing-masing bahan memiliki fungsi khusus. “Lumpur digunakan sebagai habitat bagi belut. Sedangkan gedebong berfungsi untuk mengatur temperatur. KOHE sapi dipakai agar bertunasnya jentik-jentik cacing, sehingga menjadi sumber pakan alami. Sementara jerami membuat kondisi tanah tetap lembut,” ungkapnya.
Apabila kesulitan mencari bahannya, ada pilihan lain. “Gedebok dapat di substitusi dengan tempat yang lembab, jerami bisa digantikan dengan dedaunan kering. Namun, hasil optimal masih didapatkan dari bahan semula,” katanya.
Proses Fermentasi, Bahan Prakolonisasi, dan Indikator Kolam Sedia
Setelah proses fermentasi selesai, Suwardi menanami ekorong atau genjer untuk menguji kesesuaian medianya. “Apabila tanaman berkembang dengan baik, maka media tersebut sudah layak digunakan untuk budidaya belut.”
Dia juga merekomendasikan penambahan prebiotik E4 pertanian untuk mempercepat proses dan membuat kandungan tanah lebih stabil.
Penyebaran, Karantina, dan Pengendalian Kanibalisme
Penyebaran belut harus dilakukan dengan hati-hati. “Setelah tanaman air berusia satu minggu, barulah belut dapat ditaburkan. Namun, sebelum itu mereka perlu dipisahkan terlebih dahulu dalam air yang bersih,” papar Suwardi.
Dia mengambil tipe belut Sarimi, bukan belut sawah. “Belut sawah telah terkontaminasi dengan pestisida, jadi tidak sesuai untuk dibudidayakan. Sedangkan belut rawa harganya lebih tinggi, tetapi dapat dibiakkan.”
Suwardi menggarisbawahi kepentingan adanya variasi ukuran lele serta ketersedian pakan yang mencukupi. Dia menjelaskan, “Jika ukurannya berbeda-beda, mereka akan memakan satu sama lain. Fenomena ini disebut kanibalisme. Oleh karena itu, saat penyebaran benih harus dijalankan dengan seimbang dan pastikan stok pakan selalu ada.”
Kebutuhan Besar serta Hambatan dalam Distribusi
Suwardi merasakan beban karena menerima begitu banyak permintaan saat ini. “Ada banyak pemesanan, hingga akhirnya saya harus meminta maaf kepada beberapa pelanggan bahwa barang belum dapat dikirim keluar pulau. Bahkan arsip serta catatan dari kemarin sempat lenyap, sehingga membuat sulit untuk menata pengiriman dalam jumlah besar.”
Dia pun menegaskan kepada para pembeli potensial untuk tetap waspada terhadap penipuan. “Beberapa pihak menggunakan nama dan foto saya untuk menipu orang lain. Harus berhati-hati, pastikan bahwa hubungannya dengan saluran resmi.”
Bibit & Potensi Bisnis
Harga benih eel di pasaran kini adalah Rp90.000 per kilogram dan biasanya mencakup antara 100 hingga 120 ekor. Sesuai penjelasan Suwardi, masa panen yang optimal harus ditunggu selama empat bulan paska pemijahan, lalu hasilnya disortir sesuai besarannya.
“Yang terpenting adalah bersabar dan konsisten. Media tanam tidak perlu diganti, cukup tambahkan nutrisi seperti dedaunan, kayu manis, atau daun kering,” jelasnya.



