Perdebatan Terkait Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan
Penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) menjadi topik yang memicu perdebatan di kalangan ekonom dan pelaku industri. Sejak rencana ini kembali muncul, banyak pihak mulai mengevaluasi potensi dampaknya terhadap penerimaan negara maupun keberlanjutan dunia usaha.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Muhammad Faisal, fungsi utama cukai seharusnya adalah untuk mengendalikan konsumsi barang yang menimbulkan eksternalitas negatif, bukan hanya sebagai sumber pendapatan negara. Ia mencontohkan pengenaan cukai rokok, yang meskipun meningkatkan pendapatan negara, tidak efektif dalam menekan tingkat konsumsi karena perilaku perokok cenderung tidak elastis.
Faisal menilai bahwa kebijakan serupa bisa berlaku pada MBDK. Meski penerimaan negara bisa bertambah, industri berisiko melemah karena konsumen beralih ke minuman lain yang juga mengandung gula. Hal ini dapat mengurangi daya saing industri dan memengaruhi kinerjanya secara keseluruhan.
Pentingnya Ekstensifikasi Cukai
Di sisi lain, Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, menilai kebijakan cukai MBDK penting untuk memperluas basis penerimaan negara. Ia menekankan bahwa beban cukai seharusnya tidak hanya dikenakan pada MBDK, tetapi juga pada minuman manis lainnya di luar kemasan.
Andry menyatakan bahwa penerapan cukai justru dapat mendorong industri untuk mengurangi kadar gula dalam produknya. Selain itu, hal ini juga akan memberi pilihan minuman yang lebih sehat bagi konsumen. Ia menyarankan agar cukai diterapkan secara merata kepada semua jenis minuman manis, baik dalam kemasan maupun racikan sendiri, untuk menciptakan rasa keadilan antar industri.
Selain itu, ia melihat ekstensifikasi cukai MBDK sebagai alternatif sumber penerimaan baru, terutama ketika penerimaan dari cukai rokok mulai stagnan atau bahkan menurun. Namun, ia juga mengingatkan bahwa industri minuman ringan harus bersiap menghadapi risiko kenaikan biaya produksi.
Persiapan Industri Menghadapi Kenaikan Harga
Untuk menjaga harga produk tetap stabil, produsen harus mengatur ulang formula kadar gula dalam produk. Jika tidak, maka harga produk akan meningkat, yang berdampak pada penurunan penjualan. Dengan demikian, produsen harus mencari solusi yang seimbang antara kesehatan konsumen dan keberlanjutan bisnis.
Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) menyatakan belum siap dengan penerapan cukai MBDK pada 2026, seperti yang ditetapkan dalam RAPBN 2026. Ketua Umum Asrim, Triyono Prijosoesilo, mengatakan bahwa rencana tersebut sudah masuk dalam APBN beberapa tahun terakhir, meski belum terealisasi.
Triyono berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi dan dampak penerapan cukai terhadap industri. Menurutnya, cukai MBDK hanya akan menambah beban bagi industri, yang akhirnya akan menjadi beban bagi konsumen. Ia menilai bahwa kenaikan harga produk akan mengurangi daya beli masyarakat, terlebih saat kinerja industri minuman siap saji dalam kemasan masih dalam tekanan besar.
Tren Pertumbuhan Industri Minuman
Data menunjukkan bahwa pertumbuhan industri minuman siap saji dalam kemasan telah menurun sejak 2023. Pada 2023, pertumbuhan berada di kisaran 3,1%, kemudian turun menjadi 1,2% di 2024. Bahkan, pada kuartal I/2025, pertumbuhan terus menurun menjadi -1,3%. Angka ini menunjukkan bahwa industri sedang menghadapi tantangan besar, dan penerapan cukai MBDK bisa menjadi faktor tambahan yang memperparah situasi.
Dengan demikian, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan cukai MBDK secara matang, termasuk dampaknya terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlanjutan industri menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.



