Isu Beras Oplosan yang Menimpa PT. Food Station Tjipinang Jaya
PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) menjadi salah satu produsen beras yang terlibat dalam praktik penjualan beras oplosan. BUMD milik Pemprov DKI Jakarta ini dituduh menjual produk yang tidak sesuai standar mutu dan dijual dengan harga di atas HET yang telah ditetapkan pemerintah. Meski FSTJ secara resmi membantah tudingan tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan bahwa mereka telah melakukan pengujian di lima laboratorium berbeda untuk memastikan kualitas beras yang dipasarkan.
Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa sejumlah merek beras seperti Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, dan lainnya tidak memenuhi standar mutu beras premium. Selain itu, ditemukan juga adanya beras kemasan yang dijual di atas harga eceran tertinggi (HET). Praktik ini dinilai merugikan konsumen dan melanggar prinsip keadilan dalam distribusi pangan.
Penindakan Serius dari Kementan
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan, Moch. Arief Cahyono, menyampaikan bahwa Kementan tidak akan tinggal diam terhadap praktik-praktik yang merugikan masyarakat. Ia menegaskan bahwa pihak FSTJ dapat mengajukan permohonan salinan data hasil laboratorium kepada Satgas Pangan Mabes Polri. Tim di Satgas Pangan sudah memiliki seluruh hasil pengujian dan sedang mendalami temuan Kementan tersebut.
Selain itu, Arief juga menyebutkan adanya informasi dari media tentang pengakuan pemilik toko beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Menurut laporan tersebut, ada pesanan sebanyak 10 ton beras dari seorang oknum anggota DPRD Jakarta. Beras tersebut dimasukkan ke dalam 2.000 karung ukuran lima kilogram dan merupakan campuran dari berbagai jenis kualitas alias oplosan. Praktik ini biasa dilakukan secara terang-terangan untuk mendapatkan untung lebih besar.
Peran Badan Pangan Nasional
Di sisi lain, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, baru saja memanggil sejumlah pemilik atau CEO merek-merek beras yang diduga terlibat dalam oplosan. Dalam pertemuan tersebut, Arief dengan tegas meminta produsen menjual beras sesuai mutu dan takaran. Ia menekankan agar setiap kemasan 5 kg benar-benar berisi 5 kg. Jika kemasan menunjukkan premium, maka isinya harus premium, bukan medium.
Arief juga menyampaikan bahwa laboratorium untuk mengontrol kualitas beras sudah mudah diakses. Produsen atau pengusaha beras kemasan bisa melakukan pengecekan sendiri untuk memastikan beras yang dijual sesuai spesifikasi. Misalnya, ketika menjual beras premium, isinya harus premium, bukan hanya labelnya saja.
Pengawasan dan Produksi Beras Nasional
Sebelumnya, Mentan Andi Amran Sulaiman mengungkapkan temuan mencengangkan di lapangan. Dari hasil sidak dan investigasi yang dilakukan Satgas Pangan bersama Kementan, ditemukan 212 merek beras kemasan yang diduga merupakan beras oplosan. Yakni campuran antara beras medium dan premium. Bahkan ada beras yang sepenuhnya medium, tetapi dijual sebagai premium.
Amran sering mengibaratkan beras premium adalah emas 24 karat. Sedangkan beras medium 21 karat. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada penipuan dalam perdagangan beras. Ketika masyarakat ingin membeli beras premium, yang didapat harus benar-benar premium.
Ia juga menekankan bahwa tidak ada alasan logis harga beras dijual di atas HET. Pasalnya kondisi produksi dan stok nasional dalam kondisi sangat baik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional periode Januari – Agustus diperkirakan mencapai 24,97 juta ton. Atau naik 14,09 persen dibanding periode yang sama tahun 2024 yang sebesar 21,88 juta ton.
Komitmen Kementan dalam Distribusi Pangan
Kementan menegaskan komitmennya untuk terus mengawal distribusi pangan yang adil, berkualitas, dan terjangkau. Kementan juga terus berkoordinasi dengan Satgas Pangan, Bareskrim Polri, serta otoritas pengawasan lain untuk menindak tegas praktik yang melanggar ketentuan dan merugikan masyarakat.



