KPK Temukan Niat Jahat dalam Korupsi Kuota Haji, Dana Travel Mengalir ke Pejabat Kemenag

Posted on

Penyelidikan KPK Terhadap Korupsi Kuota Haji

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menemukan indikasi niat jahat dalam kasus korupsi kuota haji yang terjadi beberapa tahun terakhir. Dugaan ini muncul setelah KPK mengungkap adanya aliran dana dari biro perjalanan haji ke pejabat di Kementerian Agama (Kemenag). Menurut data awal yang dikumpulkan, kerugian negara akibat kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.

Kasus ini bermula dari penyelewengan alokasi 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, kuota tambahan seharusnya dibagi dengan proporsi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, kebijakan yang diambil oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, berbeda. Ia membagi kuota tersebut secara merata, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Pembagian 50:50 ini diduga menjadi celah bagi biro-biro perjalanan untuk menjual kuota haji khusus kepada calon jemaah tanpa harus menunggu antrian.

Akibatnya, hak ribuan jemaah haji reguler yang sudah menunggu bertahun-tahun terganggu. KPK menduga bahwa oknum di Kemenag menerima setoran dari biro travel senilai antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS per jemaah sebagai “biaya pelicin” agar bisa mendapatkan kuota khusus.

Penyidikan terhadap Pejabat Kemenag

Beberapa petinggi di Kementerian Agama era Yaqut Cholil Qoumas sedang diperiksa oleh KPK terkait kasus ini. Salah satu yang diperiksa adalah Hilman Latief, Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Pemeriksaan terhadap Hilman dilakukan karena ia memiliki peran penting dalam proses penyelenggaraan ibadah haji. Sebagai Dirjen PHU, ia bertanggung jawab atas pengelolaan kuota haji.

Hilman Latief mulai menjabat sebagai Dirjen PHU sejak 1 Oktober 2021, hingga restrukturisasi pada 8 September 2025. Sebelumnya, ia aktif sebagai Kepala Lembaga Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UMY sejak 2013.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Hilman dilakukan secara panjang karena proses krusial penyelenggaraan ibadah haji berada di bawah wewenang Direktorat Jenderal yang dipimpinnya. “Kenapa sampai kita memanggil [Hilman Latief] berulang-ulang, kemudian juga memanggil begitu lama, memeriksa begitu lama ya, di beberapa bagian di Dirjen HL ini, karena memang di situ lah proses dari haji ini juga berlangsung,” ujar Asep.

Penyimpangan dalam Alokasi Kuota

Pusat penyidikan KPK adalah dugaan penyimpangan dalam alokasi kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah pada periode 2023–2024. Pembagian kuota tersebut dinilai melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Undang-undang ini menetapkan alokasi 92 persen untuk jemaah haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, SK yang dikeluarkan oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, mengubah pembagian tersebut menjadi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.

KPK menduga perubahan kebijakan ini tidak hanya merupakan penyimpangan administratif, tetapi juga didasari oleh niat jahat. “Setelah kami susuri, ada niat jahatnya. Jadi, tidak hanya pembagian ini dilakukan begitu saja, tetapi pembagian menjadi 50 persen-50 persen, atau 10 ribu, 10 ribu, itu karena memang ada sejak awal ada komunikasi antara para pihak, yaitu pihak asosiasi dengan oknum di Kementerian Agama,” jelas Asep.

Selain itu, KPK juga menemukan adanya aliran dana dari pihak travel haji ke oknum di Kemenag sebagai pelicin dalam pembagian kuota. “Lebih jauh lagi kemudian ada uang yang mengalir dari pihak travel ini ke pihak oknum-oknum yang tadi di Kementerian Agama,” tambahnya.

Peran BPK dalam Menghitung Kerugian Negara

Saat ini, KPK tengah mendalami apakah inisiatif perubahan SK tersebut datang dari asosiasi travel dengan imbalan tertentu (bottom-up) atau merupakan arahan dari pejabat di lingkungan Kementerian Agama (top-down). Kasus dugaan korupsi ini, menurut perhitungan awal KPK, telah merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp1 triliun.

Untuk memastikan jumlah kerugian negara, KPK telah melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit. Selain itu, lebih dari 100 biro perjalanan haji diduga terlibat dalam skandal ini. KPK terus memanggil sejumlah pihak termasuk petinggi di Kemenag era Yaqut untuk dimintai keterangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *