Alasan Makanan Luar Negeri Terasa Hambar Bagi Banyak Orang Indonesia
Banyak orang Indonesia yang mencoba makanan di luar negeri, terutama di negara-negara Barat, sering merasa bahwa rasanya kurang ‘nendang’ atau hambar. Namun, hal ini bukan hanya soal selera pribadi, melainkan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sejarah, budaya, hingga kondisi lingkungan dan fisik.
Berikut beberapa alasan mengapa makanan luar negeri terasa lebih hambar dibanding makanan Indonesia:
Sejarah dan Budaya Rempah di Indonesia vs Barat
Rempah sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Indonesia. Mulai dari masakan rumah tangga hingga masakan khas daerah, rempah digunakan secara intensif. Hal ini membuat rasa kuat menjadi norma dalam makanan lokal.
Di Eropa, penggunaan rempah dulu lebih bersifat obat daripada bumbu penyedap. Contohnya, cengkih, pala, dan lada biasanya hanya diakses oleh kalangan elit dan digunakan secara terbatas. Akibatnya, eksplorasi rasa di sana tidak sebanyak di Indonesia, sehingga rasa yang dihasilkan lebih sederhana.
Filosofi Masak yang Berbeda
Masakan Barat umumnya menekankan pada penonjolan rasa asli dari bahan baku, seperti daging, ikan, atau sayuran. Metode memasak seperti grill, oven, atau panggang digunakan secara sederhana tanpa banyak campuran rempah atau sambal.
Sebaliknya, di Indonesia, rasa kompleks (pedas, manis, asam, gurih) dianggap sebagai bagian dari kenikmatan makanan. Oleh karena itu, beberapa makanan Indonesia lebih terasa dengan bumbu yang kaya dan kuat.
Faktor Lingkungan dan Persepsi Fisiologis
Studi dari Universitas Cornell menunjukkan bahwa tingkat kebisingan dapat memengaruhi persepsi rasa. Misalnya, lingkungan yang ramai bisa membuat rasa manis atau asin terasa lebih lemah, sementara rasa pahit justru lebih terasa.
Selain itu, suhu, kelembapan, dan tekanan udara juga berpengaruh pada indera penciuman dan pengecapan. Contohnya, di pesawat, banyak orang menyebut makanan terasa hambar karena tekanan rendah dan kelembapan rendah mengurangi sensitivitas lidah dan hidung.
Kebiasaan Sejak Dini dan Adaptasi Lidah
Orang yang terbiasa makan dengan rempah segar, sambal, atau bumbu tajam sejak kecil memiliki toleransi tinggi terhadap rasa intens. Lidah mereka terlatih untuk merasakan dan mencari sensasi rasa yang kuat.
Namun, bagi yang terbiasa dengan rasa sederhana, misalnya dari masakan rumah atau makanan cepat saji, rasa yang terlalu kuat bisa dirasa ‘berlebihan’. Ini adalah hasil dari adaptasi lidah yang berbeda-beda.
Kesalahpahaman Rasa, Bukan Selalu Karena Kurang Rempah
Tidak jarang, makanan luar negeri terasa hambar karena disesuaikan dengan standar rasa lokal. Artinya, makanan tersebut terasa pas bagi penduduk setempat, namun bisa terasa hambar bagi orang Indonesia yang terbiasa dengan rasa kaya rempah.
Kandungan garam, penggunaan bumbu tajam, jumlah minyak, atau sambal semuanya disesuaikan agar cocok dengan selera lokal. Jadi, makanan tidak selalu ‘kurang enak’, tetapi hanya berbeda standar rasa dan cara penyajian.
Penutup
Rasa ‘kuat’ atau ‘lembut’ sangat relatif dan bergantung pada apa yang biasa dimakan serta apa yang dicari dalam rasa. Chef Vindy Lee pernah menyebutkan bahwa bumbu seperti bawang putih, bawang merah, dan cabai merah sangat penting untuk membuat masakan terasa otentik dan tidak hambar.
“Karena bawang putih adalah bumbu dasar banyak makanan Indonesia. Jadi ketika di dapur ada bawang putih, bawang merah, dan cabai merah, kita sudah bisa membuat sambal yang pedas dan nikmat,” ujarnya.
Jadi, sebelum menyebut makanan ‘hambar’, penting untuk memahami konteksnya. Hambar atau tidaknya sebuah makanan bukan semata-mata karena kurang garam atau bumbu, melainkan karena berbagai faktor yang telah disebutkan di atas.