Tradisi Muludan di Kota Cirebon Menarik Wisatawan dan Komunitas Backpacker
Tradisi Muludan menjadi daya tarik utama bagi Kota Cirebon, khususnya dalam menarik kunjungan wisatawan dari berbagai daerah. Tradisi ini tidak hanya menjadi momen penting bagi masyarakat setempat, tetapi juga memberikan pengalaman unik bagi para pengunjung. Banyak warga Cirebon yang tinggal di luar kota berusaha pulang untuk merayakan tradisi Muludan di Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Kaprabonan.
Puncak dari tradisi Muludan dirayakan dengan malam pelal, yaitu malam penyucian benda-benda pusaka yang ada di masing-masing keraton. Perayaan ini membangkitkan rasa penasaran dan antusiasme dari para wisatawan, baik lokal maupun internasional. Namun sebelum malam pelal, area di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman dipenuhi oleh pasar malam atau yang dikenal sebagai pasar kaget. Berbagai pedagang hadir dengan aneka dagangan mulai dari makanan dan minuman hingga mainan anak-anak, sandal, pakaian, dan wahana permainan.
Di pasar malam Muludan, pengunjung bisa menikmati berbagai kuliner khas Cirebon seperti docang, empal gentong, tahu gejrot, mie koclok, aneka manisan buah, hingga sekoteng. Selain itu, arena permainan seperti bianglala, kemidi putar, dan atraksi motor (tong setan) turut menghibur pengunjung. Salah satu ciri khas dari pasar malam ini adalah kehadiran tukang ramal atau falak, yang sering kali dikunjungi oleh pengunjung untuk mendapatkan hiburan atau sekadar iseng.
Keseruan yang ditawarkan oleh pasar malam Muludan menarik perhatian anggota Komunitas Backpacker Bandung Raya (Barraya). Mereka yang sedang melakukan trip ke Cirebon, menyempatkan diri berkunjung ke Keraton Kasepuhan dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa pada Sabtu 23 Agustus 2025. Ketua Barraya, Hendra Bintang, menjelaskan bahwa rencana awal mereka adalah untuk mencoba kuliner khas Cirebon. Banyak anggota Barraya yang rindu akan empal gentong dan sega Jamblang.
Namun selama perjalanan kulineran, mereka memiliki keinginan untuk mengunjungi Keraton Kasepuhan. Hal ini disebabkan karena adanya tradisi Muludan yang digelar setahun sekali. Selain menikmati pasar malam, mereka juga mengunjungi beberapa bagian Keraton Kasepuhan serta mampir ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Hendra Bintang mengatakan bahwa kunjungan ini memberikan pengetahuan sejarah yang penting bagi generasi muda agar tidak melupakan nilai-nilai budaya dan sejarah. Selama kunjungan, anggota Barraya dipandu oleh Ketua Forum Komunikasi Pencinta Sejarah Seni dan Budaya Cirebon (FORKO PANCER), R. Dian Andhiawan Seminingrat yang akrab disapa Mama Dido.
Mama Dido menjelaskan tentang keberadaan Keraton Kasepuhan, mulai dari Sitihinggil, Bale Kambang, hingga area Pakungwati. Beberapa bagian keraton sudah direnovasi, sementara yang lain masih dalam bentuk reruntuhan. Anggota Barraya seperti Bu Emma dan Pak Jiden sangat tertarik dengan tradisi Muludan. Begitu juga dengan Bu Damayanti dan Bu Dewi Martinjung, yang antusias ingin mengetahui apa saja yang terjadi selama acara Muludan berlangsung.
Sementara itu, Teh Wahyuni, Teh Ririe, Teh Imas, Teh Yanti, dan Teh Risma penasaran dengan sejarah Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Mereka semangat mengabadikan foto di area masjid yang bersejarah tersebut. Bu Mimin dan Bu Anda lebih asyik melakukan selfie di area Keraton Kasepuhan. Ada beberapa spot foto yang sangat menarik di Keraton Kasepuhan yang bisa dijadikan kenang-kenangan.
Bu Mimin mengaku selalu kangen dengan suasana keraton. Meskipun sudah beberapa kali berkunjung ke Keraton Yogyakarta, dia merasa penasaran dengan Keraton Kasepuhan. “Masih terasa kesan magisnya. Kita juga tadi mendapatkan penjelasan ada beberapa area keraton yang tidak membolehkan kunjungan perempuan,” ujarnya.
Saat hendak keluar area Keraton Kasepuhan, beberapa anggota Barraya menyempatkan diri mampir ke lapak tukang falak untuk mengetahui ramalan. Mereka mengaku hanya iseng dan sekadar hiburan. Bu Emma, Bu Damayanti, Teh Risma, dan Teh Ririe sambil bercanda dan senyum-senyum mengikuti arahan tukang falak untuk memilih kartu ramalan.
“Ini cuma hiburan, ucapan tukang falak, kita senyumin saja. Nggak dipercaya lah. Kita tadi cuma seru-seruan saja, biar kunjungan ke Muludan Cirebon ada kenangan,” kata Bu Damayanti.



